Rabu, 12 Januari 2011

STUDI TENTANG POTENSI PANAS BUMI (GEOTERMAL) GUNUNG MERAPI SEBAGAI SUMBER PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (PLTP)


BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Panas yang ada di dalam bumi ini berperan besar pada dinamika bumi atau proses yang terjadi di planet bumi ini. Proses ini diawali dengan perpindahan panas secara konduksi, konveksi dan radiasi. Perpindahan panas secara konduksi disebabkan interaksi atomik atau molekul penyusun bahan tersebut dalam mantel. Perpindahan panas secara konveksi diikuti dengan perpindahan massa. Kedua proses inilah yang sangat dominan di dalam bumi.
Pada kedalaman 100-300 km di bawah permukaan bumi, suhu pada mantel bumi dapat melelehkan batuan yakni 5000 C lebih dan membentuk magma yang cair atau cair sebagian. Magma yang terkumpul dalam dapur magma dapat naik sebagian melalui kawasan lemah. Kawasan ini merupakan kawasan yang mudah dilalui magma, pada bagian Magma yang terletak dalam lapisan mantel akan memanasi suatu lapisan batu padat, diatas batu padat tersebut terletak suatu lapisan batu berpori, yaitu batu yang mempunyai banyak lubang kecil. Bila lapisan batu berpori ini berisi air, yang berasal dari tanah, resapan air hujan atau resapan air danau maka air tersebut turut dipanaskan oleh lapisan batu padat yang panas. Bila suhu batuan meningkat, maka terbentuklah air panas dan berbentuk uap yang terletak dalam lapisan batu berpori. Dalam hal ini Batu berpori berfungsi sebagai "boiler",sehingga uap dan air panas bertekanan akan berusaha keluar kearah permukaan bumi.
Indonesia kaya akan wilayah gunung berapi. Hal ini dikarenakan gunung di Indonesia yang mepunyai banyak cairan dan air di permukaan. Sehingga sangat mempengaruhi pembentukan dan komposisi magma serta lokasi dan kejadian gunung api. Selain itu gunung berapi juga memiliki potensi panas bumi yang besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit tenaga listrik. Sekitar 54% potensi panas bumi atau kurang dari 500 buah gunung api di dunia berada di wilayah Indonesia dan 129 diantarnya merupakan gunung api aktif, dan sekitar 70 dari gunung api aktif tersebut sering meletus diantaranya adalah Gunung Unggaran di Jawa Tengah, Gunung Salak di Jawa Barat, dan Gunung Merapi di Jawa Tengah. Dalam hal ini penulis menggunakan Gunung Merapi sebagai obyek yang diteliti.
Panas bumi gunung merapi selama ini masih belum dimanfaatkan secara optimal padahal panas bumi gunung merapi banyak memiliki manfaat terutama sebagai sumber energi. Hal ini menjadi ketertarikan penyusun dalam mengkaji lebih lanjut tentang seberapa besar potensi Gunung Merapi  sebagai sumber energi pembangkit listrik tenaga panas bumi  (PLTP).




  1. TUJUAN
1.      Ingin mengetahui kandungan Geotermal (Panas Bumi) di Indonesia
2.      Memanfatkan Geotermal (Panas Bumi) sebagai PLTP
3.      Memberi pandangan baru pada masyarakat bahwa Geotermal (Panas Bumi) bisa dimanfaatkan     

  1. RUANG LINGKUP DAN BATASAN MASALAH
Mengingat luasnya aspek yang terdapat pada Geotermal (Panas Bumi), untuk itu kami mengadakan penelitian yang terbatas pada:
1.      Geotermal (Panas Bumi) pada gunung Merapi
2.      Pemanfaatan Geotermal sebagai PLTP
3.      Kandungan Geotermal sehingga dapat dimanfaatkan sebagai PLTP

  1. RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana Potensi Geotermal di Indonesia?
2.      Bagaimana Potensi Geothermal Merapi sebagai Sumber Energi PLTP?
3.      Dapatkah Geotermal (Panas Bumi) Merapi dijadikan sebagai sumber Energi PLTP?

  1. METODE PENGUMPULAN DATA
1.      Observasi
Observasi adalah suatu kegiatan penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data-data secara langsung pada obyek yang diteliti.
2.      Studi Pustaka
Studi Pustaka adalah suatu kegiatan dalam mengambil sumber-sumber atau refrensi-refrensi yang diperlukan dalam penelitian melalui buku-buku atau internet.
3.      Wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan tanya jawab antara pewawancara dan narasumber untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.

  1. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Tujuan Penelitian
C.     Ruang Lingkup dan Batasan masalah
D.    Rumusan Masalah
E.     Methode Pengumpulan Data
F.      Sistematika Penulisan
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
A.    Geotermal
B.     Gunung Merapi
C.     Pembangkit Tenaga Panas Bumi
BAB III PEMBAHASAN
A.    Potensi Geotermal di Indonesia
B.     Faktor yang Mempengaruhi Geotermal G. Merapi sebagai PLTP
C.     Geotermal Panas Bumi sebagai PLTP
BAB IV PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran


















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.  PANAS BUMI (GEOTHERMAL)
Gbr 1. Lapisan Inti Bumi
Pada dasarnya bumi terdiri atas tiga bagian. Bagian paling luar adalah lapisan  kulit. Tebalnya rata-rata 30-40 Km atau lebih di daratan, dan di laut antara 7 dan 10 Km. Bagian berikutnya dinamakan mantel, yang terdiri atas batu yang dalamnya mencapai kira-kira 3000 Km, dan yang berbatasan dengan inti bumi yang panas sekali. Inti ini terdiri dari inti cair dan inti meleleh, yang mencapai 2.000 Km. Kemudian paling tengah berupa inti keras yang mempunyai garis tengah sekitar 2.600 Km.
Panas inti mencapai lebihdari 5000oC. Panas pada inti bumi tersebut diperkirakan disebabkan oleh dua faktor, pertama disebabkan tekanan yang begitu besar karena gravitasi bumi mencoba mengkompres atau menekan materi, sehingga bagian yang tengah menjadi paling terdesak. Sehingga kepadatan bumi menjadi lebih besar disebelah dalam. Sedangkan faktor yang kedua karena bumi mengandung banyak bahan radio aktif seperti Uranium-238, Uranium-235 dan Thorium-232. Bahan-bahan radio aktif ini membangkitkan jumlah panas yang tinggi. Panas tersebut dengan sendirinya berusaha untuk mengalir ke luar, akan tetapi ditahan oleh mantel yang mengelilinginya. Menurut perkiraan rata-rata  panas yang mencapai permukaan bumi sebesar 400 kCal/m2 setahun.
Gejala panas bumi pada umumnya tampak dipermukaan bumi berupa mata air panas, fumarola, geyser dan sulfatora. Dengan jalan pengeboran, uap alam yang bersuhu dan tekanan tinggi dapat diambil dari dalam bumi dan dialirkan ke generator turbo yang selanjutnya menghasilkan tenaga listrik    

B.  Gunung Merapi

Gbr. 2 Peta lokasi Gunung Merapi
Merapi adalah nama sebuah gunung berapi di Kabupaten Sleman, Provinsi DI. Yogyakarta, Kabupaten Magelang, Boyolali, Klaten, Provinsi Jawa Tengah yang masih aktif hingga saat ini dengan memiliki ketinggian 2.968 M. (9.737 kaki) dengan koordinat 7°32,5'LS dan 110°26,5' BT
Gbr.3 Gunung Api Meletus
Merapi sendiri lahir dari dua patahan quartenary pada kedalaman 6-7 km di bawah bumi yaitu patahan Semarang utara-selatan dan patahan Solo timur-barat. Patahan ini membentuk sebuah parit raksasa di dalam perut bumi yang molten lavanya bocor terus menerus dan bertumpuk membeku di kepundan. Tinggi gunung yang bertipe strato dengan kuba lava ini selalu berubah setiap tahunnya karena pembentukan tumpukan lava beku.
Letusan Merapi biasanya diikuti oleh letusan Piroclastic yang sering disebut sebagai awan Wedus Gembel. Awan berkecapatan 100 km/jam ini meluncur berlipat-lipat seperti bulu domba, memiliki temperature 3.000-4.000 C dalam jangkauan radius 7-15 km. Merapi juga memiliki lava viscous yag keluar terus-menerus, bertumpuk membentuk batuan dan pasir di kepundan. Lava atau lahar dingin gugur meluncur turun seperti avalanche mengikuti gravitasi, biasanya mengikuti kontour sungai, sehingga fisik Merapi adalah langsung seperti kerucut.

C.  Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
Untuk menghasilkan listrik, air panas dalam reservoir dihubungkan dari sumur panas bumi ke satu atau separator dimana tekanan rendah dan air diubah menjadi uap panas. Uap panas kemudian mendorong generator turbin untuk memproduksi listrik. Uap panas didinginkan dan dikondensasi dan lainnya digunakan pada sistem pendingin atau diinjeksikan kembali pada reservoir panas bumi. 
Gbr. 4 Pengolahan Panas Bumi
Geothermal energy merupakan pengembangan energi listrik dari sumber panas bumi, sumur-sumur dibor sampai mencapai air panas alami atau uap panas yang disebut dengan reservoir panas bumi. Dari sumur ini cairan panas bumi dibawa ke permukaan, dimana cairan tersebut diubah pada sebuah pembangkit listrk
Pembangkit panas bumi menggunakan “scrubber system” untuk membersikan gas hydrogen sulfide dan gas yang lainnya. Kadang-kadang gas diubah menjadi produk yang benilai komersil, misalnya liquid fertilizer. Pembangkit panas bumi dapat menginjeksikan gas kembali ke sumur-sumur panas bumi.
Pembangkit panas bumi tidak membakar bahan bakar untuk membangkitkan listrik. Pembangkit panas bumi membebaskan lebih sedikit dari 1%-4% dari jumlah carbon dioksida (CO2) yang dipancarkan oleh batubara. 
Gbr.5 Pembangkit Listrik 
Pembangkit panas bumi tidak membakar bahan bakar untuk membangkitkan listrik. Pembangkit panas bumi membebaskan lebih sedikit dari 1%-4% dari jumlah carbon dioksida (CO2) yang dipancarkan oleh batubara.
Emisi dari campuran sulfur yang berasal dari kendaraan bermotor dan bahan bakar fosil merupakan kontributor utama pada hujan asam. Sedangkan pembangkit geothermal menghasilkan 1-3% senyawa sulfur dari pembangit yang berasal dari batu bara dan bahan bakar minyak. Pembangkit panas bumi sangat cocok untuk berbagai kondisi lingkungan, sehingga bisa dibangun dimana saja seperti padang pasir, di tengah ladang dan di pegunungan.
Nilai temperatur untuk suatu PLTP tidak boleh kurang dari 100oC. Hal ini bisa dijelaskan secara logis. Jika temperaturnya kurang dari 100oC maka uap akan berubah fase menjadi air. Untuk nilai tekanan yang tidak boleh kurang dari 6,2 bar karena terkanan tersebut merupakan tekanan minimal yang diperlukan suatu PLTP untuk mengoperasikan turbin. Untuk kualitas uap, uap yang baik untuk PLTP adalah uap yang mempunyai nilai NCG (Non Condensable Gas) sekecil mungkin. NCG dapat menyebabkan adanya kerak di dalam turbin, sehingga jika nilai NCG-nya besar maka dapat menghambat kerja turbin yang akhirnya berdampak negatif terhadap PLTP itu sendiri.
Indonesia mempunyai potensi Geothermal sebesar 54% dari seluruh potensi geothermal di dunia. Jika hitungannya adalah daya, maka daya listrik yang dihasilkan adalah sekitar 27.000 MW. Ironisnya, dari seluruh potensi tersebut yang baru termanfaatkan hanya sekitar 3% (800 MW)














BAB III
PEMBAHASAN

A.  Potensi Panas Bumi (Geothermal) di Indonesia
Indonesia yang kaya akan wilayah gunung berapi, memiliki potensi panas bumi yang besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit tenaga listrik. Sekitar 54% potensi panas bumi di dunia berada di wilayah indonesia. 
Gbr.6 Daerah Persebaran Gunung Berapi di Indonesia

Dan berikut  ini adalah Potensi Panas Bumi di  Indonesia yang tersebar di 253 lokasi dengan total potensi sebesar 27.000 MW. Dengan potensi yang sangat besar ini (lebih dari 50%), wilayah Indonesia sangat cocok untuk menggunakan sumber pembangkit listrik tenaga panas bumi.
Adapun wilayah pengembangan panas bumi yang saat ini masih ditangani di wilayah Indonesia sebagai berikut :
Gbr. 7 Daerah Potensi Sumber Panas Bumi di Indonesia
                                         
Dari data pada gambar diatas dapat diketahui Indonesia berusaha mengembangkan energi panas bumi yang terdapat pada gunung berapi di Wilayah Indonesia.
Pengembangan ini dilakukan sebagai alternatif pengganti pembangkit listrik menggunakan BBM, sehingga penggunaan BBM tidak berlebihan dan mencegah habisnya sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.

B.  Faktor yang Mempengaruhi Panas Bumi (Geothermal) Gunung Merapi Sehingga Dapat Dijadikan Sebagai Sumber Energi PLTP
Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan apakah sumber panas bumi dapat dijadikan sumber pembangkit listrik, antara  lain :
1. Temperatur dari sumber panas bumi
2. Tekanan
3. Kualitas uap
4. Kedalaman reservoar dan kandungan kimianya
Untuk mengetahui apakah panas bumi  Gunung Merapi dapat dijadikan sumber energi pembangkit listrik panas bumi yaitu melalui penelitian geokimia, geofisika, dan geologi gunung merapi.
1.GEOKIMIA
Ø  Petrologi
Dari banyak contoh batuan yang telah dianalisa, diperoleh kesimpulan bahwa kandungan silika dari lava dan piroklasti sedikit berbeda. Kandungan silika dari lava antara 48,84 – 55,71 % sedangkan untuk piroklastik antara 49,17 – 58,96 %
Lava berjenis Andesit-basaltik dengan komposisi plagioklas, klinopiroxin, magnetit, olivin, orthopiroxin, dan ampibol. Hampir semua lava berbentuk kristal yang sempurna (porfiritik)
Koleksi yang dimiliki oleh BPPTK, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.Berikut ini adalah hasil analisa dari contoh batuan Letusan 1997.
Tabel 1. Hasil analisa kimia batuan beku Gunung Merapi, 1997
Unsur

Contoh 1

Contoh 2
SiO2
54,56
54,61
Al2O3
18,37
18,68
Fe2O3
8,59
8,43
CaO
8,33
8,31
MgO
2,45
2,17
Na2O
3,62
3,82
K2O
2,32
2,23
MnO
0,17
0,17
TiO2
0,92
0,91
P2O5
0,32
0,30
H2O
0,11
0,12
HD
0,20
0,18
Sumber : BPPTK, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Kandungan silika dari sample abu sejak Letusan 1992 sampai dengan Letusan 2001 berkisar antara 53,95 – 60,34 %.
Ø  Analisa Gas
Sampling gas di puncak Gunung Merapi (Lapangan Solfatara Gendol dan Woro) dilakukan secara berkala setiap 4 bulan atau 6 bulan sekali. Sampling terakhir yang dilakukan pada Mei 2001 dan hasilnya sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Analisa Gas Vulkanik Gunung Merapi, Mei 2001
LOKASI
KONSENTRASI GAS (% mol)
Suhu
(oC)
Unsur
H2
02+Ar
N2
CO
CO2
SO2
H2S
HCl
H2O
CH4
 
Gendol-1
0,35
0,001
0,09
0,004
3,69
0,77
0,64
0,43
94,01
-
635
Gendol-2
0,32
0,006
0,04
0,005
4,15
0,74
0,58
0,43
93,73
-
635
Woro-1
0,20
0,004
0,03
0,004
4,56
0,71
0,71
0,38
93,40
-
611
Woro-2
0,26
0,005
0,09
0,004
4,33
0,55
0,54
0,37
93,86
-
611
Sumber : BPPTK, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Ø  Analisa Air
Sampling air, baik air sumur penduduk, sungai, mata air maupun air hujan dilakukan secara berkala yang bertujuan untuk mengetahui kondisi air sehubungan dengan kegiatan vulkanik Gunung Merapi.
Pada tingkat aktif-normal, emisi gas SO2 yang diukur dengan Correlation Spectrophotometer (COSPEC) sebesar < 100 ton per hari, nilai tersebut akan bertambah besar seiring dengan peningkatan kegiatan Merapi. Dampak lingkungan yang diakibatkan dari pelepasan gas vulkanik secara terus-menerus menunjukkan, bahwa cuplikan air sumur yang berada di sektor barat dan sektor timur mempunyai PH (Tingkat keasaman) antara 5,2 – 5,5. Sedangkan data air hujan yang diambil dari sektor selatan (Pos Pengamatan Kaliurang) PHnya antara 3,0 – 5,8. Fenomena tersebut diduga erat kaitannya dengan emisi gas yang dilepaskan dari Merapi. Secara garis besar, berdasarkan komposisi utama dari air tersebut masih layak minum.
Tabel 3 Hasil Analisa Kimia Air Sumur Penduduk Desa Sewukan (lereng barat Merapi), Juli 1998 dan Mei 1999
UNSUR

KOMPOSISI AIR SUMUR (ppm)
STANDARD
WHO (1993)

Juli, Pasca Letusan ‘98
Mei, 99 Aktif normal
SiO2
31,40
19,52
 
Al
td
td
0,20
Fe
td
td
0,30
Ca
14,61
35,62
 
Mg
7,41
6,85
 
Na
7,40
7,71
200
K
2,25
1,69
 
Mn
td
td
0,01
NH3
2,02
2,23
1,5
SO4
27,01
22,25
250
Cl
80,35
40,70
250
HCO3
113,35
70,28
 
B
0,16
td
0,3
H2S
12,99
1,08
0,05
pH
7,5
6,8
 
Sumber : BPPTK, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
2.      GEOFISIKA
Seiring dengan perkembangan teknologi, sejak 1984 ketika sinyal data dapat dikirim melalui pemancar radio (radio telemetry) sistem tersebut mulai dipergunakan dalam mengamati aktivitas gunung api di Indonesia, termasuk di Gunung Merapi. Dan sejak saat itu gejala awal letusan lebih akurat karena semua sensor dapat ditempatkan sedekat mungkin dengan pusat kegiatan tergantung kekuatan pemancar yang dipergunakan, secara normal dapat menjangkau hingga jarak antara 25 – 40 km.
Hampir setiap letusan Gunung Merapi, terutama sejak diamati dengan seksama yang dimulai tahun 80-an, selalu diawali dengan gejala yang jelas. Secara umum peningkatan kegiatan lazimnya diawali dengan terekamnya gempa bumi vulkanik-dalam (tipe A) disusul kemudian munculnya gempa vulkanik-dangkal (tipe B) sebagai realisasi migrasinya fluida ke arah permukaan. Ketika kubah mulai terbentuk, gempa fase banyak (MP) mulai terekam diikuti dengan makin besarnya jumlah gempa guguran akibat meningkatnya guguran lava. Dalam kondisi demikian, tubuh Merapi mulai terdesak dan mengembang yang dimonitor dengan pengamatan deformasi.
Untuk menghitung Geofisika dapat menggunakan alat-alat sebagai berikut :
Ø  Seismograf
Gbr. 8 Seismograf
 
Gempa Gunung Merapi dimonitoring dengan seismograf sistem pancar radio (radio telemetri system) sebanyak 8 (delapan) stasiun. Signal gempa dipancarkan ke Kantor BPPTK di Yogyakarta dan direkam secara analog dan digital.
Ø  Deformasi
Gbr. 9 Penghitungan dengan Deformasi

Ada 3 jenis peralatan deformasi yang dipergunakan di G. Merapi, yaitu Tiltmeter, EDM (Electrinic Distance Measurement) dan GPS (Global Positioning System). Sensor tilt ditempatkan di puncak sebanyak 3 stasiun. Akibat Letusan 1998 dua sensor rusak. Saat ini masih beroperasi 1 stasiun yang datanya dipancarkan melalui radio kemudian direkam di Kantor BPPTK.

Pengukursan EDM dilakukan secara berkala dari Pos Pengamatan Babadan. Ada 5 reflektor di sisi baratdaya puncak Merapi. Pengukuran GPS juga dilakukan secara berkala dari titik tetap di sekitar puncak dan lereng.
Ø  Geomagnet
Monitoring Merapi dengan geomagnet baru berjalan sekitar 5 tahun. Ada 3 stasiun, masing-masing Stasiun Ijo, Lempong, dan Cemoro dengan stasiun referensi adalah Stasiun Ijo. Data dikirim ke Kantor BPPTK dengan system telemetri radio.

3.      GEOLOGI
Apabila diurut dari utara ke selatan, gunungapi di Jawa Tengah akan dijumpai jajaran Gunung Ungaran, Telomoyo, Merbabu, dan terakhir Gunung Merapi. Dari keempat gunung tersebut, hanya Gunung Merapi yang masih bertahan sebagai gunungapi sampai saat ini
Gbr. 10 Peta Geologi G. Merapi

Awan panas atau dikenal juga denga aliran piroklastik tidak dapat dipisahkan dari setiap letusan G. Merapi yang kemudian dikenal dengan Tipe Merapi. Secara terminologi, Tipe Merapi atau awan panas tersebut dibedakan atas 2 macam, masing-masing awan panas letusan dan awan Panas guguran.

Awan panas Letusan (Suryo, 1978) serupa dengan St. Vincent type pyroclastics flows (Escher, 1933 dan Macdonald, 1972) sebagai akibat langsung dari penghancuran batuan penutup/kubah karena letusan. Sedangkan awan panas guguran atau dome collapse pyroclastics flows sebagai akibat hancurnya kubah karena gravitasi, hal ini berkaitan dengan besarnya volume kubah aktif. Berdasarkan karakterisasi dari endapan vulkanik tersebut, Newhall, dkk (2000) membagi endapan letusan Merapi menjadi 3 jenis, yaitu Endapan Proto Merapi, Endapan Merapi Tua, dan Endapan Merapi Muda.
Endapan Proto Merapi diperkirakan berumur Pleistosen dan ditemukan di Bukit Turgo dan Plawangan (sisi selatan Merapi). Endapan Merapi Tua teridiri dari lava yang dikenal dengan Lava Batulawang (Bahar, 1984) berselingan dengan endapan piroklastik yang berumur 9630 ± 60 BP, dapat dijumpai di Srumbung, Cepogo. Proses pembentukan Merapi Tua berakhir dengan pelengserang endapan debris vulkanik dalam tahun 0 Masehi. Merapi Muda berlangsung sejak 1883 sampai sekarang.
Berthommier, 1990 bahkan membagi pembentukan Merapi dalam 5 tahap, yaitu Pra Merapi (>400.000 tahun yang lalu), Merapi Tua berumur antara 400.000 sampai 6.700 tahun yang lalu, kemudian tahap ketiga adalah Merapi Menengah antara 6.700 – 2.200 tahun yang lalu, Merapi Muda 2.200 – 600 tahun yang lalu dan Merapi Sekarang sejak 600 tahun lalu. A.D Wirakusumah. yang melakukan pemetaan geologi Gunung Merapi dalam tahun 1989 menyebutkan hanya dua waktu, yaitu batuan Gunung Merapi Muda dan Merapi Tua.
Batuan Gunung Merapi Muda terdiri dari Aliran lava andesit piroksen Endapan jatuhan piroklastika Merapi, Endapan aliran piroklastika muda dan guguran Merapi, dan Endapan lahar muda. Sedangkan batuan Merapi Tua terdiri dari Endapan aliran piroklastika tua Merapi, Endapan lahar tua Merapi, dan Aliran lava andesit piroksen
Gbr. 11 Material G. Merapi

Secara garis besar pergeseran titik letusan tersebut dimulai dari sisi barat laut pindah ke timur kemudian ke selatan dan kini kembali menempati sisi barat daya. Akibat rajinnya meletus dan pusatnya selalu berpindah-pindah tempat serta setiap akhir dari satu siklus letusan hampir selalu menghasilkan kubah, maka topografi puncak Gunung Merapi selalu berubah wajah.

Puncak Gunung Merapi adalah kesetimbangan antara pembentukan dan penghancuran kubah. Pada prinsipnya kubah lava yang tidak dihancurkan adalah bagian dari puncak dan kubah lava yang dihancurkan adalah bagian dari kawah. Pada umumnya kubah baru yang terbentuk akan tumbuh disamping atau tidak jauh atau tepat pada posisi kubah sebelumnya (Kubah 2001 tumbuh tepat di puncak Kubah 1998).

C.  Panas Bumi Gunung Merapi Sebagai sumber Energi PLTP
Dalam Gunung Merapi terdapat Pusat listrik tenaga panas bumi yang mana dijadikan sebagai sumber pembangkit listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) diantaranya adalah:
Ø  UAP BASAH
    keadaan yang ideal, mudah dan menguntungkan untuk memanfaatkan sumber daya panas bumi adalah bila energi yang keluar dari perut bumi langsung berbentuk uap kering. tapi kenyataannya bahwa uap yang keluar dari perut bumi kebanyakan adalah dalam bentuk uap
Gbr. 12 Proses Pengolahan panas Bumi
basah, dimana uap basah tersebut mengandung sejumlah air yang harus dipisahkan dulu sebelum uap tersebut dapat dipakai dalam turbin.
Yang terbanyak didapat adalah air panas tekanan yang setelah mencapai permukaan, mencetus dan memisah menjadi kira-kira 20% uap dan 80% air. dalam separuh air dan uap dipisahkan. Air diinjeksikan kembali kedalam tanah, untuk sebanyak mungkin menjaga keseimbangan jumlah air yang tersedia dalam tanah.
Pada gambar diatas tampak bahwa uap yang diambil dari separator dan dibawa ke turbin, sisa sebagian uap yang digunakan untuk menggerakan turbin diteruskan ke penampung sehingga berubah dalam wujud cair. Air  yang masih dalam keadaan panas yang ada di penampung diteruskan ke cooling water (pendingin). Air yang terjadi pada pendingin kembali dipompa ke dalam tanah, sedang sisa uap dibuang ke udara.
    Dari keterangan diatas tampak jelas bila yang didapat bukannya uap basah tapi uap kering, maka seperator tidak diperlukan lagi dan uap dapat langsung digunakan untuk menggerakan turbin. Untuk menjaga keberlangsungan hidup turbin, dan pada umumnya uap masih dibersikan dulu sebelum dimasukkan kedalam turbin.  

Ø  AIR PANAS
    Dari perut bumi sering didapatkan air panas atau lebih tepat air asin panas (brine) yang suhunya tidak seberapa tinggi dan mengandung banyak mineral. Persoalanya jika air dicetus (falshed) secara biasa bila mencapai permukaan bumi, maka campuran mineral akan ikut naik keatas dan akan menempel pada dinding pipa-pipa sehingga lambat laun garis tengah pipa akan mengecil. Untuk mencegah air panas itu mencetus dipergunakan apa yang dinamakan sistem biner

Gbr. 13 Proses Pengolahan Air Panas
Air panas dibawa ke suatu Penukar panas (heat exchanger) untuk kemudian diinjeksi kembali ke tanah. Siklus pertama dinamakan siklus primer. Melalui penukar panas energi yang terkandung dalam air panas dipindahkan ke sirkuit kedua, yang diisi dengan air. Air dalam sirkuit kedua setelah meninggalkan penukar panas menjadi uap, yang dimaksukkan dalam turbin. Sirkuit kedua dinamakan sistem sekunder. Bila tekanan air panas dari bumi kurang tinggi, perlu dipakai pompa, yang mempunyai konstruksi khusus, karena harus tahan air asin yang sangat korosif. Medium pada sistem sekunder dapat dipakai suatu bahan yang mempunyai titik didih yang rendah, misal amonia (NH3) atau gas Propana (C3H6), bila suhu air tidak terlalu tinggi.

Ø  BATUAN PANAS
Gbr. 14 Proses Pengolahan Batuan Panas
   Dalam perut bumi lebih banyak terdapat uap basah dari pada uap kering, begitu juga lebih banyak terdapat energi dalam bentuk batu panas yang kering. Panas ini tidak datang keatas, melainkan harus diambil sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan memasukkan ke dalam tanah air dingin biasa, yang menyedotnya kembali ke tempat lain sebagi uap atau sebagai air panas.
   Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara, tanah dibor suatu lubang atau sumur yang mencapai batu padat yang panas. Kemudian batu padat diledakkan dengan alat nuklir. Dengan demikian sebagai batu padat menjadi pecah dan berlubang. Kemudian dibor lagi satu sumur sampai batu pecah. Kemudian air dipompa dengan tekanan tinggi ke dalam batu-batu pecah yang panas. Karena dalam keadaan pecah, batu-batu ini memungkinkan air mengalir didalam sehingga menjadi panas. Pada ujung lainnya air panas ini, yang kini telah menjadi uap, diambil kembali untuk dipakai dalam pusat listrik tenaga panas bumi. Diperkirakan luas wilayah ini akan mempunyai ukuran panjang dan lebar sekitar 500 Meter.














BAB IV
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Gunung Merapi merupakan gunung berapi di provinsi Jawa Tengah tepatnya di kota Yogyakarta yang masih sangat aktif hingga saat ini. Memiliki ketingggian 2.968 m (9.737 kaki) dan koordinat 7°32'30" LS 110°26'30" BT. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Merapi mempunyai banyak potensi dalam bidang pariwisata dan pemanfaatan energi. Diantaranya dijadikan sebagai taman nasional dan materialnya dapat digunakan oleh penduduk setempat, selain itu energi panas buminya juga dapat dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan apakah suatu sumber panas bumi akan dijadikan sumber pembangkit listrik, beberapa hal tersebut yaitu :
1. Temperatur dari sumber panas bumi
2. Tekanan
3. Kualitas uap
4. Kedalaman resrvoar dan kandungan kimianya
Indonesia mempunyai terbesar didunia yaitu sebesar 54 % dari seluruh potensi Geothermal didunia.
Cara kerja Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yaitu dengan Memanaskan air sehingga menghasilkan uap. Uap panas dimanfaatkan untuk memutar turbin yang  menyebabkan generator bergerak. Generator dapat menghasilkan listrik.

B.  Saran
1.    Harga patokan penjualan tenaga listrik panasbumi (PLTP) menggunakan acuan BPP-TT atau BPP-TM
2.    Masih terdapat permasalahan pengembangan panasbumi :
·         Tumpang tindih dengan hutan konservasi
·         Pengembangan lapangan panasbumi Bedugul Bali terhenti karena penolakan Pemda setempat
3.    Disarankan agar mendekatkan kegiatan industri ke sumber energi panasbumi, antara lain industri smelting bijih logam
4.    Disarankan untuk pemerintah agar lebih memperhatikan tentang pengembangan pengolahan energi panas bumi sebagai sumber energi pembangkit listrik untuk mencegah habisnya bahan bakar minyak yang selama ini dipakai untuk bahan bakar energi pembangkit listrik.







DAFTAR PUSTAKA
§  Fauzi,Umar dan Prihadi.1993.Fisika Untuk Geologi.Bandung: ITB
§  Fowler,C.M.R.1990.The Solid Earth : An Introduction to Global Geophysics.Cambridge:University Press.
§  Darsoprayitno,Suwarno.1986.Panduan Museum Geologi.Bandung: Direktorat Geologi
§  USGS Volcano Hazards Program. Lahar and Their Effects,(Online), [URL http://volcanoes.usgs.gov/Hazards/What/Lahars/lahars.html]. Diakses 12 Mei 2008.]
§  http://tngunungmerapi.org/wpcontent/uploads/2009/08/petageologi.jpg. Diakses 17 Januari 2010
§  http://rovicky.files.wordpress.com/2008/06/petaselatanjogja.jpg. Diakses 17 Januari 2010
§  http://www.tasteofjogja.com/web/ida/images/upload/mount_merapi.jpg.Diakses 17 Januari 2010